Resensi Novel Cantik Itu Luka
I.
PENDAHULUAN
1. Identitas
Buku
Judul :
Cantik Itu Luka
Penulis : Eka Kurniawan
Penerbit : Gramedia Pustaka utama
Penulis : Eka Kurniawan
Penerbit : Gramedia Pustaka utama
Cetak : Ketiga, Februari
2012
Kota Terbit : Jakarta
ISBN : 9786020312583
Tebal : 490 hlm
Bintang : 3/5
Tebal : 490 hlm
Bintang : 3/5
Harga Buku : Rp 99.500,00
II.
PEMBAHASAN
1.
Sinopsis
Novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan bercerita tentang
kehidupan masyarakat Indonesia zaman penjajahan Belanda, Jepang, dan era-era
setelah kemerdekaan. Beberapa tokoh penting yang mewakili era tersebut dan bisa
menjadi teropong kehidupan di zaman penjajahan adalah Ma Gedik dan Dewi Ayu.
Ma Gedik lahir sebagai seorang pribumi yang tidak pernah
bisa mengenyam indahnya hidup berumah tangga dengan seorang perempuan yang
sangat dicintainya karena keegoisan seorang Belanda. Ma Iyang, perempuan yang
sangat dicintai Ma Gedik, terpaksa menjadi gundik Ted Stammler. Ted mengamcam
akan membunuh orang tua Ma Iyang jika gadis itu tidak bersedia menjadi
gundiknya. Ma Gedik yang sangat mencintai Ma Iyang kemudian menjadi gila. Ia
sembuh dari kegilaannya setelah enam belas tahun kemudian, saat bertemu
kekasihnya yang melarikan diri dari kehidupan Ted Stammler. Setelah keduanya
bertemu, Ma Iyang memutuskan untuk bunuh diri, dan Ma Gedik kembali dengan
kehidupan sebelumnya yang kurang waras.
Selain Ma Gedik, ada tokoh perempuan yang menjadi sentral
cerita, yaitu Dewi Ayu. Dewi Ayu seorang Indo-Belanda, cucu Ted Stammler. Ia
mencintai Ma Gedik dan memaksa untuk menikah dengannya. Ma Gedik tidak pernah
mencintai Dewi Ayu, dan setelah pernikahan itu, Ma Gedik bunuh diri. Ia terjun
dari sebuah bukit, sebelah bukit yang menjadi tempat Ma Iyang bunuh diri.
Dewi Ayu sangat mencintai Indonesia. Ia selalu merasa
menjadi seorang pribumi asli dan tidak pernah merendahkan orang-orang pribumi
sebagaimana orang-orang Belanda zaman itu. Ketika suatu hari mendapat
kesempatan untuk tinggal di Belanda, setelah Indonesia terbebas dari penjajahan
Jepang, ia lebih memilih tinggal di Indonesia.
Dewi Ayu
memunyai kehidupan yang mewah sebagaimana orang-orang Belanda zaman Belanda
masih berjaya. Namun, setelah kedatangan Jepang, kehidupannya berubah drastis.
Ia ditawan Jepang, dan dijadikan perempuan pemuas nafsu tentara-tentara Jepang.
Setelah saat itu, Dewi Ayu memutuskan menjadi pelacur untuk memenuhi
kehidupannya dan ketiga anaknya. Dewi Ayu meninggal setelah melahirkan anak
keempatnya yang buruk rupa, yang diberi nama Cantik. Dewi Ayu menjadi pelacur
eksklusif di Halimunda.
2. Tema :
Penindasan dan Kekejaman di zaman kolonial
3. Sudut Pandang :
Orang Ketiga serba tahu
4. Gaya Bahasa :
Pengarang menggunakan bahasa indonesia
5. Amanat :
·
Tidak semua keburukkan itu memiliki niat yang buruk.
·
Jangan suka memaksakan kehendak sendiri
·
Sesuatu yang tidak di landasidengan cinta dan kasih
sayang tidak akan memberikan hasil yang baik dan bermanfaat
·
Pernikahan sedarah itu di larang.
6. Penokohan :
1. Ma Gedik
Ma Gedik, lelaki polos,Setiadan pendendam. Ia yang mengenal cinta setelah berusia sembilan
belas tahun.
2.
Ma Iyang
Ma Iyang juga digambarkan sebagai tokoh yang berwatak keras kepala dan rela berkorban.
3.
Dewi
Ayu
Dewi Ayu sosok yang cerdas , keras kepala, cantik,dan pemberani.
4. Ted Stammler dan Marietje Stammler
* Ted Stammler adalah orang
yang setia dan berdedikasi tinggi pada negaranya.
* Marietje Stammler adalah orang yang terlalu
khawatir dalam hal apapun terlebih mengenai suaminya dan kehidupan mereka
setelah datangnya tentara Jepang di Indonesia.
5. Henri Stammler dan Aneu Stammler
Pemuda
yang menyenangkan, pandai berburu babi bersama anjing-anjing Borzoi yang
didatangkan langsung dari Rusia, pemain bola yang baik dan pandai berenang. Henri Stammler juga tipe orang yang nekat.
Kenekatannya terlihat sekali saat ia jatuh cinta pada Aneu.
Aneu
Stammler mempunyai sifat yang lain tidak jauh beda dengan
Henri yaitu nekat. Aneu nekat menjalin cinta terlarang dengan saudara tirinya
sendiri yaitu Henri Stammler.
- Alamanda
Seorang yang cantik namun ia sombon g ia suka menaklukkan hati para pria
namun setelahy itu ia putuskan. Ia hanya suka berhura – hura dengan teman
temannya.
- Adinda
Ia
cantik tetapi tidak bersifat binal seperti kakak perempuannya, yaitu Alamanda.
Adinda lebih pendiam, dan pintar. Ia juga seorang yang setia dan tidak pencemburu.
- Maya Dewi
Maya Dewi gadis penurut, ini dibuktikan dengan
kesediannya menikah dengan Maman Gendeng atas desakan ibunya. Maya Dewi juga memunyai sifat ulet dan mandiri. Ia tidak
pernah menggantungkan kebutuhan belanja rumah tangganya pada Maman Gendeng.
- Shodancho
Seorang
yang suka memaksakan keinginannya.
- Kamerad Kliwon
Kamerad Kliwon pemuda yang sangat tampan dan
cerdas. Kamerad Kliwon suka menggoda gadis-gadis, mabuk-mabukkan dan
bersenang-senang. Ketika ia mengenal komunis, kehidupannya mulai berubah. Dan demikian
juga Kliwon bukan lagi seorang mata keranjang.
- Maman Gendeng
Karakter Maman Gendeng sangat kontras dengan
jiwanya yang merupakan seorang pendekar. Karena masalah cinta, ia menjadi
sangat lemah luar biasa. Ia tidak bisa berjuang untuk merebut cintanya itu. Ia juga bertanggung jawab terhadap keluarganya.
- Cantik
Cantik gadis yang cerdas. Ia menguasai banyak ilmu meskipun tidak
pernah mengeyam bangku sekolah. Ia belajar dengan orang yang tidak terlihat.
- Nurul Aini, Krisan, dan Rengganis Si Cantik
* Nurul Aini adalah anak Shodancho dan Alamanda. Ia tomboy dan selalu
berusaha menjadi pelindung bagi Rengganis Si Cantik.
* Krisan tipe orang yang tidak bisa menahan hawa
nafsu . ia juga tipe orang yang tak bertanggung
jawab.
* Rengganis Si Cantik ia adalah seorang yang idiot, gampang terpengaruh.
- Rosinah
Rosinah gadis yang rajin dan cerdas. Ia merawat dewi Ayu dengan
baik dan selalu setia kepada Dewi Ayu.
- Mama Kalong
Mama Kalong tidak bersifat egois. Ia merawat
pelacur-pelacurnya dengan sangat baik. Ia sangat menyayangi Dewi Ayu dan
menjadi salah satu orang yang berjasa besar pada kehidupan Dewi Ayu. yang merawat
Cantik saat Dewi Ayu telah meninggal. Ia juga seorang yang sabar.
7.
Latar / Setting
1.
Latar Tempat
Tempat yang menjadi Latar utama adalah kota Halimunda, sebuah
daerah yang menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat. Dalam novel, kota ini bisa dilihat dalam paparan narasi
pengarangnya, yaitu:
“…tentara-tentara reguler berdatangan ke
Halimunda, yang tampaknya akan menjadi gerbang pengungsian besar-besaran ke
Australia. Bagaimanapun, pelabuhan kapal Halimunda merupakan satu-satunya yang
terbesar di sepanjang pantai selatan pulau Jawa. Pada awalnya tak lebih sebagai
pelabuhan ikan kecil biasa, di muara sungai Rengganis yang besar, sebab letaknya
di luar tradisi pelayaran”.
Selain Kota Halimuda adalah Pulau Buru, penjara Bloedenkamp dan Batavia.
2.
Latar Waktu
Dimulai dari periode waktu saat Belanda masih
jaya di Indonesia khususnya di kota Halimunda, saat pendudukan Jepang,
munculnya orang-orang komunis, pembantaian komunis, saat Indonesia merdeka, dan
beberapa saat setelah itu.
Saat Belanda masih berjaya bisa dilihat pada
kesewenang-wenangan Ted Stammler mengambil Ma Iyang sebagai Gundiknya. Dalam
hal ini, penulis menyebutnya sebagai tahun sebelum pendudukan tentara Jepang,
yaitu sebelum tahun 1942.
Sekitar tahun 1970-an, orang-orang komunis
banyak yang muncul. Tahun-tahun ini menjadi tahun penting dalam sejarah
Halimunda. Peperangan saudara terjadi antara masyarakat yang pro komunis dan
yang anti komunis.
Tahun 1976 Halimunda dipenuhi dendam. Saat
tahun inilah banyak pembantaian kaum komunis di Halimunda.
Bukti yang lain bisa dilihat pada kutipan
berikut:
“…ketika tahun 1979 ayahnya pulang, dalam rombongan
terakhir tahanan Pulau Buru yang dipulangkan, dan waktu itu Krisan telah
berumur tiga belas tahun, ia memandang ayahnya seperti orang asing yang tiba-tiba
saja tinggal di rumah mereka”.
3.
Latar Suasana : Sepi, Menyeramkan , Menegangkan,
mengharukan dan membahagiakan.
8. Alur
Dalam novel ini, Eka Kurniawan menggunakan
alur campuran . Dalam keseluruhan cerita
maupun dalam tiap babnya, CIL selalu dipenuhi dengan pemakaian alur campuran tersebut. Cantik itu luka diawali dengan kehidupan setelah mati si tokoh
utama, yaitu Dewi Ayu. Ia dikisahkan sebagai perempuan pelacur yang meninggal
setelah melahirkan anak keempatnya. Ia tidak pernah mengetahui bahwa anak yang
diberi nama Cantik ternyata sesuai dengan harapannya sebelum meninggal, yaitu
anak yang berwajah buruk rupa. Dewi Ayu meninggal karena keinginannya sendiri,
tanpa bunuh diri. Ia ingin mati, dan dua belas hari kemudian keinginan itu
terkabul.
Dewi Ayu sangat bersyukur bahwa anak
keempatnya ternyata buruk rupa. Alasannya karena ia sudah terlalu bosan
dengan ketiga anak terdahulunya yang cantik-cantik. Dewi Ayu bosan dengan
anak-anak perempuan yang banyak disukai laki-laki. Cantik berarti luka. Cantik
membawa perlukaan.
Selanjutnya, pada bab kedua, cerita berbalik
pada masa lalu ketika ia masih muda dan menginginkan nikah dengan seorang pria
tua bernama Ma Gedik. Ia kenal Ma Gedik dari cerita pembantu-pembantunya. Ia
jatuh cinta tanpa mengetahui Ma Gedik sebelumnya. Yang ia tahu, Ma Gedik adalah
kekasih neneknya, Ma Iyang, yang telah direbut Ted Stammler yaitu kakek Dewi
Ayu sendiri. Dalam bab dua ini pula banyak diceritakan mengenai keluarga
Stammler, dan diceritakan pula kisah cinta Ma Gedik dan nenek Dewi Ayu yaitu Ma
Iyang mengenai masa lalu mereka.
Pada bab tiga sudah muncul tentara-tentara
Jepang yang pada akhirnya nanti berpengaruh pada kehidupan Dewi Ayu seterusnya.
Kekejaman tentara Jepang yang menjadikan Dewi Ayu pelacur membuatnya
memutuskan pelacur sebagai profesinya
seumur hidup.
Pada bab-bab selanjutnya diceritakan secara
berkelanjutan mengenai kehidupan Dewi Ayu mada masa Jepang, pada masa
kemerdekaan, dan bagaimana hidup dia dan anak cucunya. Dalam menceritakan
orang-orang yang menjadi bagian hidup Dewi Ayu, baik anak-anaknya maupun
menantu-menantunya yang merupakan orang-orang yang aneh, Eka kembali
menggunakan pembolakbalikan alur. Eka memunculkan Maman Gendeng setelah bertemu
Dewi Ayu, kemudian dilanjutkan dengan penceritaan masa kecilnya, ia
menceritakan Shodancho dan Kamerad Kliwon juga demikian adanya. Pada bab empat
hingga lima belas berisi tikaian, rumitan, hingga klimaks. Dan bab enam belas
hingga delapan belas sudah mulai pada penurunan masalah yang berisi leraian dan
selesaian. Cerita berakhir dengan sad ending. Hampir semua tokoh meninggal,
hanya tersisa empat anak Dewi Ayu yang semuanya telah menjadi janda dan hidup
sendiri karena mereka juga kehilangan anak-anak mereka.
9.
Isi Resensi
a. Gaya Bahasa : bahasa
yang digunakan mudah untuk dipahami namun penggunaannya terlalu gamblang untuk anak usia dibawah 17
tahun sehingga anak terdorong untuk membayangkannya.
b. Kelemahan
* Dalam ceritanya banyak hal – hal yang tidak senonoh,
sehingga kurang pantas apabila di baca anak usia dibawah 17 tahun
* Ceritanya sulit di terima akal (tidak logis).
* Terlalu banyak tokoh yang diceritakan .
c. Kelebihan
* Sampulnya sangat menarik bagi pembaca.
* Judul yang di angkat sangat menarik sehingga orang ingin
membaca ceritanya.
* Kertas yang di gunakan sesuai dengan ceritanya yang
terjadi di masa penjajahan.
* Cerita yang di angkat terjadi pada masa kolonial,
sehingga isinya lebih menarik, karena tidak banyak pengarang yang mengangkat
cerita pada masa kolonial.
10 . Biografi Pengarang
Eka Kurniawan lahir di Tasikmalaya, 28
November 1975. Ia memperoleh pendidikan dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan lulus tahun 1999. Skripsi Eka yang berjudul Pramoedya
Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis menjadi karya pertamanya, diterbitkan oleh Penerbit Aksara
tahun 1999. Kemudian diterbitkan lagi oleh penerbit Jendela tahun 2002, dan
diterbitkan Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2006.
Karya-karya Eka yang lain adalah Corat-coret di Toilet
(Aksara Indonesia, 2000), Cantik itu Luka (Jendela, 2002; Gramedia Pustaka
Utama 2004; dan diterjemahkan dalam bahasa Jepang dengan judul Bi Wa Kizu tahun
2006), Lelaki Harimau (Gramedia Pustaka Utama, 2004), Cinta tak Ada Mati dan Cerita-cerita Lainnya (Gramedia Pustaka Utama, 2005), Gelak Sedih dan Cerita-cerita Lainnya (Gramedia Pustaka Utama, 2005). Beberapa cerita pendeknya telah diterjemahkan ke
dalam bahasa
Inggris dan Swedia. Eka Kurniawan sekarang tinggal bersama isterinya di
Jakarta, Ratih Kumala, yang juga seorang penulis.
III.
Penutup
1. Kesimpulan
Dalam penelitian novel CIL, penulis menganalisis
pengaruh penjajahan dari segi mental, pola pikir, dan budaya. Dari penelitian
tersebut didapatkan bahwa penjajahan Belanda maupun Jepang sama-sama
menimbulkan kesengsaraan bagi orang-orang yang terjajah, yaitu masyarakat
Indonesia. Kerugian yang didapatkan
tidak hanya menyangkut materi semata. Namun juga dari segi yang lain.
Dari segi mental, penjajahan selalu mengonsep diri mereka
berperadaban tinggi yang harus memimpin orang-orang yang dianggap berperadaban
rendah. Dari sini kesewenang-wenangan
muncul. Secara umum pihak penjajah selalu memperlakukan jajahannya dengan tidak
manusiawi. Contohnya mengenai kasus pergundikan. Ted sebagai seorang Belanda
memunyai kekuasaan untuk mengambil perempuan mana saja menjadi gundiknya. Jika
tidak bersedia, maka Ted akan membunuh keluarga si perempuan. Itu yang terjadi
pada Ma Iyang yang dipergundik Ted. Ma Gedik sebagai kekasih Ma Iyang merasa
tidak terima. Ma Gedik tidak mampu melawan Ted dan akhirnya Ma Gedik menjadi
gila karena cinta.
2. Saran
Penyajiannya sudah cukup bagus, namun bahasa yang di
gunakan agar lebih sopan lagi, tapi itu untuk mendukung ceritanya karena
terjadi di masa penjajahan. Sebaiknya anak umur dibawah 17 tahun belum pantas
membaca novel ini. Karena dapat
mempengaruhi pola pikirnya.
DAFTAR PUSTAKA
Novel Cantik itu Luka.
Tokoh-tokoh :
1. Dewi Ayu
2. Rosinah
3. Ted Stammler
4. Marietje Stammler
5. Henri Stammler
6. Aneu Stammler
7. Ma Iyang
8. Ma Gedik
9. Alamanda
10. Adinda
11. Maya Dewi
12. Nurul Aini
13. Krisan
14. Rengganis Si Cantik
15. Cantik
16. Maman Gendeng
17. Kamerad Kliwon
18. Shodanco
19. Mama Kalong
0 Response to "Resensi Novel Cantik Itu Luka"
Posting Komentar