Cerpen : Orang Misterius 1
contoh-cerpen
Orang
Misterius 1
Oleh :
El-Riza Muhammad
Hari yang
sangat melelahkan. Aku baru saja selesai kerja lembur, mengerjakan tugas
mendadak dari atasan, dan harus selesai tiga hari lagi. Itu menandakan, besok
dan besoknya lagi aku juga harus lembur. Jam menunjukkan pukul sepuluh lewat
seperempat malam, aku mulai mengemasi perelatanku dan bergegas pulang dari
kantor. Istriku pasti sudah menunggu lama di rumah, pikirku. Terlihat juga
masih ada rekan kerjaku yang masih lembur di depan komputer, pasti juga tugas
yang mendadak. Tidak aku hiraukan, aku langsung melangkah keluar dari ruang
kerjaku. Di luar, terdengar ramai para satpam bermain kartu, itu memang kerjaan
satpam setiap malam agar tidak mengantuk saat berjaga. Ditemani beberapa
bungkus rokok dan kopi hitam agar mata terus melek hingga pagi. Aku menyapanya,
tetapi tidak dihiraukan, mungkin karena terlalu fokus pada permainannya. Ah,
tidak masalah buatku, aku hiraukan saja.
Rumahku
tidak terlalu jauh dan tidak juga dekat dengan kantor. Tetapi aku sudah
terbiasa jalan kaki dari rumah ke kantor dan dari kantor ke rumah,
hitung-hitung untuk olahraga. Karena aku sangat jarang olahraga, bahkan tidak
pernah. Aku biasa melewati trotoar dan gang-gang sempit yang padat penduduk.
Malam ini
langit terlihat masih mendung. Jalan-jalan juga terlihat masih basah, sisa
hujan tadi sore. Aku berjalan hati-hati, menghindari genangan air yang bisa
saja membasahi sepatuku. Jalan terlihat sepi, mungkin karena habis hujan,
pikirku. Jalan sendiri saat malam seperti ini, ditambah suasana yang sepi,
kadang membuatku takut. Karena banyak pemalak yang berkeliaran saat suasana
sepi. Dulu aku pernah sekali dipalak,
dan uang seisi dompetku habis malam itu juga. Sehingga menjadi sedikit trauma
sampai sekarang. Tetapi untung malam ini sepertinya tidak ada pemalak. Aku
sedikit mempercepat langkahku agar cepat sampai di rumah, dan bisa menikmati
hangatnya secangkir teh buatan istriku. Tinggal beberapa blok lagi aku sampai
di rumah. Namun, saat aku melewati belokkan tidak sengaja aku menabrak seorang
lelaki tua. Aku kaget sekali, aku kira seorang pemalak. Aku belum pernah
melihat sebelumnya. Selama satu tahun aku tinggal di sini, aku baru kali ini
melihatnya. Dia sangat asing. Pakaiannya terlihat seperti orang gila. Baju dan
celananya sangat kotor dan terlihat banyak sekali jahitan-jahitan, juga masih
ada yang dibiarkan sobek bigitu saja. Dia melihatku dengan seksama, dari ujung
kaki hingga kepala.
“Cepat pergi
dari sini nak, dan selamatkan dirimu,” katanya, dengan suara serak dan berat
“Maksudnya
apa pak? Aku tidak faham,” ujarku bingung.
Tetapi
lelaki itu tidak menjawabnya. Dia malah pergi begitu saja, dan menghilang di
belokkan gang. Aku masih penasaran siapa orang ini, dan apa maksud
perkataannya. Ah, biarlah, paling juga orang gila, pikirku. Aku mempercepat
langkahku agar cepat sampai rumah.
Dari
jendela, terlihat istriku tidur di sofa,
mungkin ketiduran saat menungguku pulang kerja. Aku tidak tega membangunkannya,
namun bagaimana lagi, aku harus masuk rumah, dan pintunya di kunci istriku,
masak aku harus tidur di luar. Dengan terpaksa aku menggedor pintu rumah agar
istriku terbangun. Tidak lama kemudian pintu terbuka, istriku menyapaku ramah.
“Baru pulang
ya Mas, maaf tadi ketiduran,” katanya sambil tersenyum.
“Iya nggak
papa, ini juga salah Mas,” ujarku.
Dengan
segera, istriku langsung membuatkanku teh hangat. Aku tidak menceritakan
kejadianku tadi kepada istriku. Karena tidak penting juga kalau aku
menceritakannya. Aku langsung saja menyeruput teh buatan istriku, lalu mengajaknya
tidur, agar besok bisa bangun pagi.
Jam setengah
tujuh aku sudah siap, dengan setelan celana hitam dan kemeja biru muda
kesukaanku. Dengan sigap, istriku memakaikanku dasi , terlihat tangannya sangat
lincah melilit-lilitkan ikatan dasi, mungkin karena sudah terbiasa, aku bisa
kalah cepat dengannya. Setelah sarapan pagi aku langsung berangkat kerja. Tidak
lupa kecupan manis untuk istriku, sudah menjadi kebiasaanku setiap akan
berangkat kerja. Sekitar dua puluh menit berjalan kaki, aku sampai kantor. Kantor
terlihat masih sepi, hanya beberapa yang sudah datang. Bel masuk kantor jam
tujuh lemat lima belas menit pagi, aku masih punya waktu sedikit untuk
menikmati sejuknya pagi. Seperti biasa, aku naik ke lantai atas atau rof
top, dan menyaksikan lalu lalang kendaraan yang ramai, ditambah lagi para
pejalan kaki yang lalu-lalang. Dan ditemani hangatnya sinar mentari pagi, yang
menambah indahnya pagi ini. Beberapa menit kemudian, bel masuk berbunyi.
Sejurus kemudian,aku langsung turun ke lantai dua, dan memasuki ruang kerjaku.
Aku telah siap dengan semangat dan energi yang aku punya hari ini. Menghadapi
tugas yang telah menunggu sejak kemarin. Dan pastinya, aku harus kerja lembur
lagi, seperti kemarin.
Kerja
lemburku hari ini telah usai, dengan segera aku mengemasi peralatanku. Tidak
lama kemudian, aku langsung keluar. Kantor sudah terlihat sepi, sepertinya aku
orang terakhir yang keluar kantor malam ini, karena satpam sudah mulai mengunci
pintu-pintu. Lega rasanya, tinggal sehari lagi aku kerja lembur, dan bisa
pulang awal seperti biasa.
Malam ini
sangat cerah, dan sang primadona malam juga terlihat sudah mencapai tingkat
purnamanya. Menambah gemerlapnya malam. Aku berjalan sendiri, menyusuri
trotoar-trotoar dan gang-gang sempit, seperti kemarin. Tapi malam ini terasa
berbeda, aku serasa kehilangan traumaku terhadap pemalak. Aku juga tidak tahu,
ah mungkin karena hatiku yang lagi senang, pikirku. Aku tidak melewati jalan
yang biasa aku lewati ketika berangkat kerja. Ketika aku melewati sebuah lorong
jalan yang sempit, tanpa sengaja aku berpapasan dengan lelaki tua yang kemarin
itu. Dengan pakaian dan keadaan yang
sama persis seperti kemarin, tidak berubah.
“Pak tunggu!
Tunggu sebentar pak!” ujarku sedikit teriak. Seketika, lelaki itu berhenti.
Lalu aku menghampirinya, belum sempat aku bertanya kembali, lelaki itu berkata
lagi.
“Selamatkan
dirimu,” ujarnya singkat. Dan tanpa basi-basi, dia langsung pergi, tanpa
memberi penjelasan sedikit pun. Persis seperti kemarin, saat pertama kali aku
bertemu. Mengurusi orang ini bisa saja membuatku hilang kesabaran. Aku juga
enggan memanggilnya lagi, dan tanpa pikir panjang aku langsung balik kanan dan
pulang, tidak aku hiraukan. Lebih baik cepat sampai rumah, dan menikmati teh
hangat ditambah senyuman manis istriku.
Dua hari
setelah aku bertemu dengan lelaki tua itu, aku mendapat kabar dari saudaraku di
desa. Kabar yang sangat menyakitkan bagiku, bapakku meninggal dunia. Sepontan
air mataku menetes. Aku teringat, betapa banyak dosaku terhadap bapak, yang
selama dua tahun ini aku belum sempat meminta maaf dan ridho kepadanya. Aku
dulu nekat merantau ke kota, karena pertengkaran dengan bapak dan ibu, atas
pembagian harta waris, yang menurutku itu sangat tidak adil, karena adikku
mendapat bagian yang lebih banyak. Sedangkan aku yang lebih besar malah
mendapat hak yang lebih sedikit. Aku marasa, betapa hinanya diriku, dan betapa
durhakanya diriku. Belum sempat aku membahagiakan dan mewujudkan cita-cita
beliau, tetapi malah kecongkakan dan keegoisan yang beliau terima dariku.
Sungguh, betapa durhakanya aku.
Waktu itu,
aku habis mengerjakan sholat ashar di masjid. Setelah mendapat kabar kematian
bapakku, tanpa pikir panjang aku langsung bergegas untuk pulang ke rumah, dan
berencana pulang ke desa sore ini juga. Belum sempat aku menginjakkan kaki
keluar dar masjid, aku bertemu lagi dengan lelaki tua yang aku temuai dua hari
lalu. Tetapi kali ini sedikit berbeda, dia mengenakan pakaian yang lebih
bersih, bahkan terlihat baru. Dengan serba putih dan di tangannya memegang
sebatang tongkat yang terlihat
mengkilap.
“Untuk
terakhir kali, selamatkan dirimu nak!” ujarnya dengan suara yang lebih melemah
dan khawatir, seperti kemarin.
“Aku tidak
mengerti, apa yang bapak katakan, maksudnya apa?” ujarku.
Tetapi seperti
kemarin lagi, lelaki itu tidak menjawabnya lagi. Dia pergi begitu saja,
meninggalkan aku tanpa penjelasan yang berarti. Aku tidak menghiraukan lagi,
aku harus bergegas pulang dan berkemas, untuk pulang ke desa. Aku harus ikut
memakamkan bapakku dan melihatnya untuk terakhir kalinya.
Aku sekeluarga
berangkat dari rumah setelah maghrib, sampai di desa sekitar jam sepuluh malam.
Di rumah bapak sudah dipenuhi orang kampung yang membacakan surat yasin. Dan terlihat
adik-adikku juga ikut membacakannya. Tanpa pikir panjag, aku langsung mengambil
air wudhu, dan ikut bergabung dengan yang lainnya. Pemakaman bapakku
dilaksanakan pagi harinya, ketika sinar matahari belum terlalu panas, sekitar
pukul setengah delapan pagi. Saat pemakaman berlangsung, orang-orang dikagetkan
dengan gempa kecil, namun hanya berlangsung sebentar. Dan mulai tenang lagi
hingga pemakaman selesai. Aku orang terakhir yang masih berada di makam
bapakku. Setelah cukup, aku baru mulai meninggalkan makam, dan meninggalkan
bapakku untuk selama-lamanya, hingga besok di hari kiamat. Sesampai di rumah
bapak, terdengar ramai-ramai di dalam rumah. Aku penasaran dan langsung masuk ke
dalam rumah, terlihat banyak orang menyaksikan berita. Tidak aku sangka,
ternyata gempa yang tadi berpusat di Jogja, dan parahnya sangat dekat dengan
tempat tinggalku di sana. Aku jadi teringat dengan lelaki tua yang sudah
sepekan ini menimbulkan tanda tanya besar di kepalaku. Siapakah dia, dan apa
maksud dari perkataannya, apakah ada hubungannya dengan bencana alam yang
terjadi. Aku masih bingung dan penasaran dengan lelaki tua itu, dan kenapa dia
terus mengingatkanku. Sampai akhirnya terjadi gempa yang besar ini. Tidak
henti-henti aku mengucap rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa, karena telah diselamatkan
dari bencana yang Dia berikan.
1 Response to "Cerpen : Orang Misterius 1"
Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
Link Alternatif :
arena-domino.club
arena-domino.vip
100% Memuaskan ^-^
Posting Komentar